Sabtu, 28 Oktober 2017

Model Pembelajaran Discovery Learning




Discovery Learning
Metode penemuan (discovery) diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga metode penemuan (discovery) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif (Suryosubroto 2009:178). Menurut Hanafiah metode penemuan (discovery) merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku (2009: 77).
Richard dan asistennya mencoba self-learning pada siswa (belajar sendiri), sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominate learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri (dalam Suryosubroto 2009:179).
Model discovery learning bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses perkembangan harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
Model discovery-inquiry atau discovery learning menurut Suryosubroto (2002) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Discovery adalah proses mental yang membuat siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik 2001:219).
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.
Menurut Sutrisno (2008) inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Menurut Bruner (dalam Arends 2008:48) discovery learning merupakan sebuah model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi).
Menurut Suprijono (2010:69) discovery learning merupakan pembelajaran beraksentuasi ada masalah-masalah kontekstual. Proses belajar model ini meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahap ini siswa memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Pada tahap ini siswa melakukan penyandian atau encoding atas informasi yang diterimanya. Berbagai respon diberikan siswa atas informasi yang diperolehnya. Ada yang menganggap informasi yang diterimanya sebagai sesuatu yang baru. Ada pula yang menyikapi informasi yang diperolehnya lebih mendalam dan luas dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Tahap transformasi, pada tahap ini siswa melakukan identifikasi, analisis, mengubah, mentransformasikan informasi yang telah diperolehnya menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Dalam tahap ini siswa mengembangkan inferensi logikannya. Tahap ini dirasakan sesuatu sulit dalam belajar penemuan. Dalam keadaan seperti ini guru diharapkan kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yang tepat. Tahap evaluasi, pada tahap ini siswa menilai sendiri informasi yang telah ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi. Menurut Kemendikbud (dalam materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013: 31), discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi apabila siswa tidak disajikan materi pelajaran dalam bentuk final, melainkan diharapkan mengorganisasi sendiri.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat peneliti simpulkan bahwa discovery learning merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada proses pemecahan masalah, sehingga siswa harus melakukan eksplorasi berbagai informasi agar dapat menentukan konsep mentalnya sendiri dengan mengikuti petunjuk guru berupa pertanyaan yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Discovery Learning merupakan pembelajaran berdasarkan penemuan (inquiry-based), konstruktivis dan teori bagaimana belajar. Model pembelajaran yang diberikan kepada siswa memiliki skenario pembelajaran untuk memecahkan masalah yang nyata dan mendorong mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Dalam memecahkan masalah mereka; para siswa menggunakan pengalaman mereka terdahulu dalam memecahkan masalah. Kegiatan mereka lakukan dengan berinteraksi untuk menggali, mempertanyakan selama bereksperimen dengan teknik trial and error.
Guru memberikan masalah kepada para siswa dan memfasilitasi siswa untuk memecahkannya sendiri. Memang bisa terjadi suasana kelas agak gaduh karena seperti tidak terkendali, namun sebenarnya mereka dalam kegiatan yang terorganisasi. Pembelajaran diarahkan sedemikian rupa supaya siswa menyelesaikan suatu proyek tentang masalah nyata untuk dipecahkan oleh para siswa sendiri.
Model pembelajaran discovery learning menurut Alma dkk (2010:59) yang juga disebut sebagai pendekatan inkuiri bertitik tolak pada suatu keyakinan dalam rangka perkembangan murid secara independen. Model ini membutuhkan partisipasi aktif dalam penyelidikan secara ilmiah. Hal ini sejalan juga dengan pendapat yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Menurut Alma, dkk (2010:61) Model Discovery Learning ini memiliki pola strategi dasar yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat strategi belajar, yaitu: (1) penentuan problem, (2) perumusan hipotesa, (3) pengumpulan dan pengolahan data, dan (4) merumuskan kesimpulan. Menurut Kemendikbud (dalam materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013:32), langkah-langkah model discovery learning ada tiga tahap yang terdiri atas persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.
a.    Langkah Persiapan Model Discovery Learning
1)  Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
b.    Prosedur Aplikasi Model Discovery Learning
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
   Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan poses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan kegiatan belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
  Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004: 244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3) Data Collection (Pengumpulan Data)
   Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004: 244). Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
   Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
  Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4) Data Processing (Pengolahan Data)
   Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22).
   Data processing disebut juga dengan pengkodean atau kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (Pembuktian)
  Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
   Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
   Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini. Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru

Tujuan Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Menurut Trianto (2010: 53) fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini, di antaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.
Metode pembelajaran penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa tujuan antara lain :
a. Meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.
b.  Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.
d. Melatih peserta didik untuk mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas digali (Moedjiono, 1993:83).
Adapun tujuan lain dari metode penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan peserta didik dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan objektif.
b. Mengembangkan kemampuan berfikir peserta didik agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analis dan logis).
c.  Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu.
d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar (Azhar, 1993:99).

Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Discovery Learning
Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, guru harus kreatif dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan. Model discovery learning memudahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep pembelajaran yang tidak diperoleh siswa dengan cara mendengarkan penjelasan dari guru.
Menurut Kemendikbud (dalam buku pelatihan guru Implementasi Kuriulum 2013:31), mengatakan mengenai kelebihan dari discovery learning adalah sebagai berikut.
a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i.   Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j.  Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
k.  Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l.   Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
n.  Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
p.  Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
r.  Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Ahli lain mengatakan bahwa metode penemuan (discovery) ini mempunyai keuntungan yaitu sebagai berikut.
a. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
c.  Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
d. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankemampuannya masing-masing.
e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
f.  Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri (Djamarah, 2002: 82).
Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. Beberapa kelebihan yang lain pada metode penemuan (discovery) ini antara lain:
a. Membantu siswa dalam mengembangkan atau memperbanyak penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa
b. Membangkitkan gairah belajar bagi siswa
c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak lebih maju sesuai dengan kemampuannya sendiri
d. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar
e. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepecayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan (Suryosubroto, 2009: 185).
Metode itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Metode penemuan (discovery) ini mempunyai kelemahan yaitu sebagai berikut:
a. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental
b. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
c.  Metode ini kurang berhasil digunakan di kelas besar
d. Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan metode penemuan (discovery)
e. Dengan menggunakan metode penemuan (discovery) ini proses mental terlalu mementingkan proses pengertian saja atau pembentukan sikap dan keterampilan siswa (Djamarah, 2002: 83).
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historis, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. Pada intinya tidak ada model pembelajaran yang sempurna. setiap model pembelajaran memiliki ke;ebihan dan kekurangannya. Tinggal kemampuan para guru untuk dapat memilah dan memilih model pembelajaran yang mana yang paling cocok dengan materi pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar